Rabu, 24 Agustus 2016

Bisakah tempelengan, tendangan, jotosan, dan kekerasan lain mengubah seseorang anak yang semula nakal menjadi baik…?! BISA. Ada cukup banyak kisah pribadi yang diceritakan oleh orang-orang yang setelah menerima kekerasan baik di sekolah mau pun di rumah lalu BERUBAH menjadi baik. Jadi Anda tidak usah membantah hal ini.

Jangankan ditempeleng, ditendang, dijotos, apalagi cuma dicubit, sedangkan dipenjarakan pun bisa membuat seseorang berubah menjadi baik setelahnya. Banyak kisah orang-orang yang berubah menjadi baik setelah dipenjarakan. Bahkan banyak pemimpin dunia ini yang justru lebih berkibar setelah dipenjara.

Al-Qur’an sendiri mencatat kisah tentang kekerasan dalam rumah tangga yang justru membuat seorang nabi menjadi sukses menjadi pejabat tinggi. Kisah Nabi Yusuf yang mendapatkan kekerasan dari saudara-saudaranya sendiri adalah contohnya. Jika saja Yusuf muda tidak dibuang dan dicemplungkan ke sumur oleh saudara-saudaranya yang iri padanya maka mungkin perjalanan hidupnya akan berkisar di kampungnya sendiri saja. Tapi Tuhan sengaja memberi pengalaman hidup yang pahit pada Nabi Yusuf agar kehidupan beliau selanjutnya menjadi terasah dan bersinar. Semua kisah tentang para nabi adalah kisah yang sulit dan keras. Bahkan Tuhan ‘tega’ membuat Nabi Yunus ditelan oleh ikan paus untuk membuat beliau sadar.
Jadi intinya adalah kekerasan dalam hidup bukanlah alasan bagi seseorang untuk menyerah dan meratapi hidup. Dicubit oleh guru tidak perlu membuat seorang tua sampai berniat memenjarakan gurunya.

Tapi tolong pahami pesan yang disampaikan oleh kehidupan di sekitar kita dan juga kisah dalam Al-Qur’an itu baik-baik. Dihina, dibuli, ditempeleng, dijotos, ditendang, dipenjara, dikucilkan, ditelan ikan paus, dll BUKAN ALASAN bagi seseorang untuk menjadi lembek, mati semangat, putus asa, hilang semangat hidup, dll. BUKAN…! Itu sekedar pengalaman dalam hidup yang jika dimaknai dengan benar justru akan membuat seseorang menjadi bangkit semangatnya untuk menjadi jauh lebih tangguh, lebih tabah, lebih baik, dll.
Tapi itu BUKAN ALASAN JUGA untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari baik itu di rumah apalagi di sekolah. BUKAN…! Don’t get it wrong.

Seseorang bisa saja berubah menjadi baik karena ditempeleng oleh gurunya, tapi menempeleng bukanlah cara untuk membuat seseorang menjadi baik. Guru yang mengira kata-kata kasar, hardikan, tempelengan, cubitan, ‘menjendul’ kepala siswanya (apa ya bahasa Indonesianya?) adalah cara untuk membuat siswanya menjadi baik mungkin perlu kembali lagi belajar tentang metode pendidikan. Tolong HINDARI kekerasan dalam mendidik anak mau pun siswa. Hardikan, bentakan, pukulan, tendangan, bantingan, dll bukanlah bagian dari pendidikan KECUALI di pendidikan militer DI LAPANGAN. (we can discuss about it later).

Seseorang bisa menjadi pemimpin bangsa yang hebat karena dipenjara bertahun-tahun tapi memenjarakan seseorang bukanlah cara untuk menjadikan seseorang menjadi pemimpin. Jangan pernah berpikir untuk menjadikan penjara sebagai metode untuk mencetak pemimpin-pemimpin tangguh. Apalagi berpikir untuk memasukkan anak Anda ke penjara sebagai bagian dari pendidikan karena terinspirasi oleh kisah para pemimpin bangsa yang pernah dipenjaran. You got the wrong message.

Nabi Yusuf menjadi seorang pribadi yang luar biasa karena dibuang dan dicemplungkan ke sumur oleh saudara-saudaranya tapi tolong, please…, please…, please…, jangan sekali-sekali berpikir untuk melakukan hal ini pada saudara Anda. Never ever….!

Jadi kalau ada guru yang pernah mendengar kisah siswanya yang berubah menjadi baik karena pernah dicubit atau ditempeleng olehnya jangan lantas terinspirasi dan menganggap cubitan dan tempelengan tersebutlah metode terbaik yang perlu dikembangkan di sekolahnya. Itu artinya Anda menerima pesan yang salah. Pendidikan, baik itu di rumah atau di sekolah, haruslah dengan kasih sayang dan bukan dengan kekerasan.

Berikut ini adalah pesan Allah pada nabi Muhammad agar bersikap lemah lembut.
Ali Imran [3:159] Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Bertemu dan berpisah sudah menjadi suratan manusia,  sedih pasti kan merasuk kejiwa. Semua cerita di sekolah ini telah berakhir. Canda, senyum, kebahagiaan, dan semua momen akan menjadi akhir yang menyedihkan. Tapi, kami selalu senang karena telah memiliki waktu untuk mengenal dan bertemu dengan kalian disini wahai teman teman calon guru. Sekarang kalian telah pergi dari sekolah yang penuh kasih ini. Tapi, hati kami tidak pernah berubah. Kami tidak pernah lupa dengan semua sumbangsih kalian untuk anak didik kami. Semoga kelak kalian menjadi guru - guru hebat, inspiratif untuk murid-murid kalian.

Berikut beberapa video dari kegiatan perpisahan yang di persembahkan dari mahasiswa KKN

Selasa, 02 Juni 2015

Kemiskinan seringkali jadi kambing hitam di balik banyaknya orang yang putus sekolah atau tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Tapi faktanya, banyak orang miskin yang mampu menyekolahkan anaknya hingga jenjang tertinggi.

Pendidikan itu bukan persoalan kaya atau miskin. Pendidikan adalah soal kesadaran.

Putus sekolah itu kalau lihat statistik (mayoritas alasannya) karena kemiskinan. Tapi, ada orang miskin yang mendorong anaknya sekolah sampai ujungnya berhasil.

Dari sekian banyak contoh, banyak kisah inspiratif keluarga miskin yang mampu membiayai anaknya hingga sarjana atau lebih. Sementara sebaliknya, banyak anak yang lahir dari keluarga mampu atau bahkan kaya, tapi yang bersangkutan putus sekolah dengan berbagai alasan.

"Jadi bukan kemiskinan, tapi kesadaran akan pentingnya pendidikan,".

Setelah melihat berbagai fakta yang ada, bahwa miskin atau kaya, urusan pendidikan bisa dicari jalan keluarnya. "Jadi, kaya atau miskin biarkan berikhtiar dengan berbagai cara,".

Sabtu, 30 Mei 2015

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi memprioritaskan tenaga guru yang mengajar di wilayah pedalaman, perbatasan, pulau terluar, dan daerah terpencil untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil. "Jadi guru, melalui kepala daerah akan diproses bagi mereka yang mengajar di daerah terpencil, pedalaman, pulau terdepan akan menjadi prioritas untuk diangkat jadi pegawai pemerintah," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, Jumat (29/5).

Kendati menjadi prioritas, Yuddy mengatakan tidak ada pengangkatan ototmatis, mereka tetap harus melalui proses seleksi dengan menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT) yang dianggap paling tepat dan objektif. Meskipun ditengah kebijakan penundaan atau 'moratorium' penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan menggunakan pendekatan 'negative zero to growth' yang artinya tidak ada penambahan pegawai pemerintah melampaui jumlah yang pensiun, Yuddy mengatakan presiden menginstruksikan ada pengecualian.

"Meski kebijakan moratorium, itu ada kecuali yaitu profesi guru, bidang medis dan penegak hukum, namun juga akan disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing kabupaten dan kota," ucapnya.

Yuddy juga menjelaskan latar belakang dijalankannya kebijkakan moratorium adalah keterbataaan anggaran negara yang mencapai 41 persen hanya untuk pegawai yang juga memerlukan biaya moda dan belanja barang, sehingga totalnya semua diatas 80 persen. "Sedangkan kegiatan lainnya untuk pembangunan, pendidikan dan program lainnya hanya 20 persen. Karenanya pemerintah harus hemat, tidak boleh terus tambah pegawai tanpa kendali, harus ada desainnya sehingga kedepannya betul-betul kita memiliki ASN yang baik sesuai kebutuhan," katanya menambahkan.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam mengatakan guru yang mengabdi di daerah perbatasan Indonesia seharusnya wajib mendapat insentif tambahan untuk memenuhi kebutuhan.

"Mengajar juga butuh kesejahteraan, apalagi mengabdi di daerah perbatasan, maka sebaiknya perlu tunjangan tambahan bagi guru," kata Nizam usai mengisi seminar National Educators Conference 2015 di Jakarta, Jumat (29/5).

Ia mengatakan, insentif tambahan tersebut dapat berupa bantuan pengkreditan rumah atau peminjaman uang untuk membeli sarana transportasi yang nantinya bisa dicicil secara ringan.

"Profesi guru memang harus dimuliakan karena mereka akan mencetak anak-anak Indonesia yang meningkatkan daya saing bangsa," tuturnya.

Selain itu, ia juga menyarankan, guna meningkatkan kesejahteraan guru bisa saja diberi diskon khusus apabila membeli perlengkapan belajar-mengajar.

"Bisa saja berupa diskon khusus bagi guru apabila ingin membeli komputer atau laptop, buku atau tarif transportasi," kata Nizam.

Saran tersebut berdasarkan contoh dari negara lain yang memberi kesejahteraan bagi guru sehingga profesi tersebut sangat dihormati.

"Ada contoh di Korea Selatan yang profesi guru memang dihormati karena hanya sekitar 5 persen dari lulusan terbaik yang diperbolehkan menjadi guru," katanya.

"Kemudian saya analogikan, jika di Thailand biksu selalu mendapat tempat khusus jika dalam transportasi bisa saja suatu saat hal tersebut berlaku pada guru," tuturnya.

Tindakan-tindakan tersebut adalah upaya dalam mempopulerkan profesi guru, karena masyarakat yang berpotensi menjadi pengajar rata-rata memilih profesi yang bergaji besar, yaitu bidang nonakademis.

Sehingga kompetensi guru di atas rata-rata tidak seimbang dengan banyaknya siswa yang harus diajar di seluruh Indonesia, belum termasuk masih kosongnya pengajar di daerah-daerah terpencil.

"Bisa saja ilmuwan muda bibitnya ada di daerah terpencil, hanya saja belum terjamah oleh pengajar yang bagus dan mau ditempatkan di wilayah jauh," tambahnya.